DewaSport.asia – Rivalitas Aremania dan Bonek kembali mencuat ke permukaan jelang final Piala Presiden 2019. Partai pamungkas yang mempertemukan Arema FC versus Persebaya Surabaya akan menjadi ujian kedewasaan suporter kedua tim yang selama ini kerap bergesekan.
Persebaya mengunci tiket terakhir ke partai final setelah mengalahkan Madura United dengan skor 3-2 di Stadion Gelora Pemelingan, Pamekasan, Madura. Tim Bajul Ijo akan menantang saudaranya sesama tim Jawa Timur, Arema FC. Menilik sejarah pertemuan kedua tim, duel klasik ini dipastikan berjalan sengit. Tengok saja pada dua pertandingan terakhir di Liga 1/2018 di mana kedua tim saling mengalahkan.
Namun, bentrok kedua tim tidak sekadar panas di dalam lapangan, namun merembet ke tribune penonton. Aremania dan Bonek selama ini dikenal tidak pernah akur. Namun, tak ada sejarah pasti sejak kapan suporter kedua tim bertetangga ini terlibat rivalitas sengit. Beberapa literatur menyebut jika permusuhan bermula di era Kompetisi Liga Indonesia pada 1994.
Laga Persema Malang versus Persebaya di Stadion Gajayana yang berakhir dengan kerusuhan suporter menjadi penabuh genderang perang Aremania dan Bonek. Selain itu, bibit rivalitas kedua tim disebut bermula dari konser musik di Stadion Tambaksari Surabaya. Panggung konser yang digelar pada Januari 1990 kala itu dikuasai anak-anak Malang dan bersorak meneriakkan Arema. Sontak, yel-yel ini memicu kerusuhan.
Merunut lebih jauh ke belakang lagi, ketidakuran duo Jatim ini disebut peninggalan era Galatama yang melibatkan persaingan Arema dengan Niac Mitra Surabaya. Fanatisme suporter kedua tim bahkan kerap berujung pada kekerasan. Tercatat, selama dua tahun berturut-turut bentrok Aremania dengan Bonek hingga menimbulkan korban jiwa.
[insert_php] if (wp_is_mobile()) { echo ‘
‘; } [/insert_php]
Pada 2014, tiga Aremania meninggal dunia dalam kerusuhan di jalan tol Simo. Berselang setahun kemudian, dua suporter Arema FC kembali menjadi korban dalam bentrok di Sragen Jawa Tengah. Rentetan sejarah kelam pertemuan kedua tim ini kembali membayangi partai final Piala Presiden yang akan digelar dengan format home and away pada 9 serta 12 April mendatang.
Arema FC terlebih dahulu bertamu ke Stadion Gelora Bung Tomo dan pada leg kedua giliran Persebaya menyambangi Stadion Kanjuruhan Malang. “Pemain kedua tim sudah pasti sangat memahami prinsip fair-play dalam sepak bola. Tapi, untuk suporter, ini menjadi ujian kedewasaan apakah mereka sudah berubah ataukah masih tetap seperti yang dulu? Saya pribadi berharap kedua suporter untuk menyudahi perseteruan,” ucap Pelatih Persebaya Djadjang Nurdjaman.
Mantan pelatih Persib itu menilai dari tinjauan olahraga dan penonton, partai final kali ini sangat ideal. Kedua tim diperkuat pemain berkualitas, baik lokal maupun impor. Tidak hanya itu, suporter kedua tim juga sangat fanatik dan dipastikan akan mendukung habis-habisan klub kesayangannya di stadion. “Ini final ideal karena mempertemukan dua tim besar dan memiliki basis pendukung yang tidak sedikit. Tapi, ini juga menjadi kekhawatiran karena sejarah rivalitas suporter,” tandasnya.
Kekhawatiran akan rivalitas kedua tim juga membuat dedengkot Bonek Agus Bimbim Tessy angkat bicara. Dia berharap laga final digelar di tempat netral untuk meminimalisasi potensi kerusuhan suporter. Menurut dia, format laga pamungkas yang digelar home and away meningkatkan risiko pertandingan kedua tim. Apalagi, jika salah satu tim berhasil meraih gelar juara di kandang lawan. Karena itu, dia berharap agar venue puncak turnamen ini digelar di tempat netral.
“Kami inginnya cari tempat yang netral. Karena, yang ditakutkan bila home and away, pas pertandingan terakhir akan rusuh. Penyelenggara Piala Presiden harus siap. Mereka seharusnya sudah mengantisipasi potensi kerawanan ini,” ujarnya. Sementara itu, media officer Arema FC Sudarmadji meminta agar pertemuan kedua tim di partai final tidak hanya dilihat dari sudut pandang rivalitas suporter kedua tim.
Sebaliknya, laga Arema FC versus Persebaya membuktikan jika tim-tim asal Jawa Timur bisa menjadi barometer sepak bola nasional.
“Saya rasa akan lebih baik jika ekspos yang dilakukan merupakan prestasi kedua tim sehingga mereka juga nantinya bisa menampilkan permainan maksimal,” ungkapnya. Wakil Ketua Steerring Committee Piala Presiden Brigjen Pol Lotharia Latief menyatakan sudah siap mengamankan dua laga final dengan sebaik mungkin.
Latief meminta semua pihak untuk ikut menjaga suasana kondusif partai final edisi keempat nanti. “Kami seluruh panitia sudah menyiapkan sebaik-baiknya (pengamanan laga final) dan harapan kami Piala Presiden berjalan aman dan lancar. Saya mengimbau kepada suporter, pemilik klub, pemain, wasit, dan semuanya juga mendukung,” ujarnya.
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.